Oleh : Darji Safutra Rangkuti, S.H., M.Kn.,C.ET., C.MT.
MEDAN|PERS.NEWS — Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia kembali diingatkan pada sebuah ikrar monumental: Sumpah Pemuda 1928.Tiga kalimat yang sederhana namun penuh makna — Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia — telah menjadi fondasi kesadaran nasional dan kompas moral yang menuntun arah perjalanan bangsa hingga kini.
Dari perspektif seorang Notaris, Sumpah Pemuda tidak hanya peristiwa sejarah, tetapi juga peristiwa hukum: sebuah kesadaran kolektif untuk tunduk pada komitmen bersama, menjunjung kejujuran, dan menegakkan tanggung jawab terhadap kebenaran.Sumpah itu bukan hanya warisan, tetapi amanah moral bagi setiap profesi yang bersentuhan langsung dengan nilai kepercayaan publik — termasuk profesi notaris.
Menjadi “Teman” Sumpah Pemuda: Menjaga Janji dan Kepercayaan
Profesi notaris berlandaskan pada kepercayaan masyarakat.Setiap akta yang dibuat, setiap tanda tangan yang disahkan, dan setiap pernyataan hukum yang dituangkan, adalah bentuk perjanjian yang harus dijaga kejujurannya.Sama halnya dengan Sumpah Pemuda, yang merupakan akta moral bangsa — ditandatangani oleh para pemuda yang rela menanggalkan perbedaan demi persatuan Indonesia.
Menjadi “teman” Sumpah Pemuda bagi seorang notaris berarti menjaga komitmen hukum dan etika, sebagaimana para pemuda dahulu menjaga komitmen persatuan.Keduanya menuntut hal yang sama: integritas, keberanian, dan rasa tanggung jawab.
Hukum dan Persatuan: Dua Pilar Menuju Indonesia Emas 2045
Menjelang satu abad kemerdekaan, Indonesia menatap Indonesia Emas 2045, sebuah cita-cita besar untuk menjadi bangsa maju, berdaulat, dan berkeadilan.Namun, kemajuan tidak akan bermakna tanpa kepastian hukum dan keadilan sosial yang kokoh.
Hukum adalah bahasa persatuan modern — mengikat beragam kepentingan dalam kesepakatan yang sah dan adil.Sebagai pejabat umum, Notaris memiliki peran penting dalam memastikan setiap perbuatan hukum berjalan sesuai prinsip kepastian dan kejujuran.Jika para pemuda 1928 menyatukan bangsa melalui semangat dan perjuangan, maka generasi hukum masa kini harus menyatukan bangsa melalui integritas dan profesionalitas hukum.
“Refleksi Etika Profesi: Cermin dari Sumpah yang Hidup”
Sumpah Pemuda lahir dari kejujuran dan keberanian moral.Demikian pula Sumpah Jabatan Notaris, yang menuntut tanggung jawab, independensi, dan ketulusan.Keduanya adalah sumpah suci yang hanya dapat dijaga oleh pribadi yang berintegritas.
Di tengah tantangan zaman — transformasi digital, penyalahgunaan kewenangan, dan rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga hukum — notaris harus tampil sebagai penjaga integritas dan keteladanan moral.Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa kemerdekaan tidak cukup diraih; ia harus dijaga dengan kejujuran.Begitu pula profesi hukum: kehormatan tidak cukup disandang, tetapi harus dipelihara dengan tanggung jawab.
“Penutup: Mewarisi Semangat, Bukan Sekadar Menghafal Ikrar”
Menjadi “teman” Sumpah Pemuda di era kini berarti melanjutkan semangat para pendahulu dengan tindakan nyata.Bagi seorang Notaris, itu berarti memastikan bahwa setiap akta mencerminkan keadilan, setiap tanda tangan memiliki makna tanggung jawab, dan setiap keputusan berpijak pada nilai kejujuran.
Sumpah Pemuda bukan sekadar peringatan, melainkan pengingat abadi agar kita semua — sebagai insan hukum, warga negara, dan anak bangsa — terus menegakkan integritas dalam profesi dan kehidupan.Jika nilai itu kita jaga, maka cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan sekadar visi, tetapi kenyataan yang sedang kita bangun — akta demi akta, janji demi janji.(Red)













