Sumpah Pemuda dan Tanggung Jawab Jurnalis:Menjaga Kesadaran Bangsa

Oleh: Ilham hazfi batubara 

 

MEDAN |PERS.NEWS- Setiap 28 Oktober, kita kembali mengenang tiga kalimat yang menyatukan Indonesia: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda tahun 1928 bukan sekadar seremonial sejarah. Ia adalah tanda bahwa anak muda saat itu sadar, kekuatan bangsa lahir dari persatuan dan kesadaran bersama.

 

Kini, hampir seabad kemudian, semangat itu harus kita hidupkan kembali — terutama oleh para jurnalis. Jika dulu pemuda menyatukan bangsa lewat semangat perjuangan, maka jurnalis hari ini menyatukan bangsa lewat berita dan kebenaran.

 

 

 

Media dan Semangat Persatuan di Era Digital

 

Sumpah Pemuda mengajarkan pentingnya satu bahasa, satu suara untuk kemajuan bangsa. Dalam dunia media, itu berarti menjaga ruang publik dari hoaks, ujaran kebencian, dan berita yang memecah belah.

Di tengah derasnya arus informasi, tugas jurnalis kini bukan hanya cepat menulis, tapi bijak memilah dan menjernihkan.

 

Kebebasan pers adalah warisan perjuangan panjang. Namun di era media sosial, siapa pun bisa menyebarkan “berita” tanpa tanggung jawab. Maka, jurnalis sejati dituntut tetap berpegang pada etika, integritas, dan akurasi.

 

 

 

Jurnalis, Penjaga Akal Sehat Publik

 

Pemuda 1928 menyatukan bangsa dengan semangat berpikir dan berani bersuara. Kini jurnalis memikul tanggung jawab serupa — menjaga nalar publik lewat informasi yang jujur dan mencerahkan.

 

Menjadi jurnalis bukan berarti berpihak pada pemerintah atau oposisi, tetapi berpihak pada kebenaran dan kepentingan rakyat.

Jurnalis yang berani mengkritik demi kebaikan bersama adalah bentuk nyata dari semangat Sumpah Pemuda di masa kini.

 

 

 

Bahasa yang Menyatukan, Bukan Memecah

 

Di zaman sekarang, berita bisa menjadi alat persatuan atau justru sumber perpecahan. Banyak media terjebak dalam polarisasi — ada yang condong ke politik, ada yang terperangkap kepentingan bisnis.

Padahal, semangat Sumpah Pemuda mengajarkan: satu bahasa untuk persatuan.

 

Dalam dunia jurnalisme, “satu bahasa” itu berarti bahasa yang menyejukkan, cerdas, dan membangun, bukan yang menyalakan api kebencian.

 

Penutup: Pena yang Menyatukan Bangsa

Sumpah Pemuda adalah semangat yang tak boleh padam. Ia hidup di setiap berita yang jujur, di setiap kalimat yang menyuarakan kebenaran.

 

Menjadi jurnalis berarti memegang pena yang bisa menyatukan atau memecah bangsa.

Maka, di tengah derasnya arus informasi, jurnalis harus menjadi kompas moral — memastikan Indonesia tetap berjalan di jalur persatuan dan kebenaran.(IHB)