Oleh: Samsuddin Harahap S.Kep
MEDANPERS.NEWS-Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia mengenang sebuah peristiwa monumental yang menjadi tonggak lahirnya semangat persatuan dan kebangsaan: Sumpah Pemuda 1928. Tiga ikrar sakral — Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa — bukan sekadar simbol perjuangan, melainkan kompas moral yang menuntun generasi muda untuk terus menjaga keutuhan bangsa.(28/10/25)
Bagi masyarakat Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda memiliki makna yang sejalan dengan falsafah adat Dalihan Natolu — Somba Marhulahula, Elek Marboru, dan Manat Mardongan Tubu. Falsafah ini bukan hanya dasar hubungan sosial, tetapi juga sistem nilai yang mengajarkan persatuan, saling menghargai, dan tanggung jawab kolektif.
Dalihan Natolu sebagai Cermin Persatuan
Jika Sumpah Pemuda menyatukan berbagai suku dan bahasa ke dalam satu identitas kebangsaan, maka Dalihan Natolu menyatukan masyarakat Tabagsel dalam satu tatanan sosial yang harmonis.
Prinsip Somba Marhulahula mengajarkan hormat kepada leluhur dan tokoh bijak sebagai bentuk penghargaan pada akar sejarah bangsa.
Elek Marboru menumbuhkan kasih sayang dan empati, seperti halnya semangat gotong royong antar pemuda lintas daerah. Sementara Manat Mardongan Tubu menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menjaga persaudaraan agar tidak terpecah oleh perbedaan.
Ketiga nilai ini sejalan dengan ruh Sumpah Pemuda — bahwa persatuan tidak mungkin terwujud tanpa saling menghormati, mengasihi, dan menjaga keseimbangan dalam hubungan sosial.
Pemuda Tabagsel sebagai Pelaku Persatuan
Pemuda Tabagsel hari ini dihadapkan pada tantangan baru: derasnya arus digitalisasi, politik identitas, dan pergeseran nilai budaya. Dalam situasi ini, semangat Sumpah Pemuda dan Dalihan Natolu harus menjadi pegangan moral dan etika sosial.
Pemuda Tabagsel harus mampu menjadi perekat antar komunitas, penjaga nilai adat, sekaligus agen perubahan menuju Indonesia Emas 2045. Kita tidak boleh terjebak dalam ego sektoral, tetapi harus bersatu dalam kerja nyata — memperkuat pendidikan, memberantas narkoba, menumbuhkan ekonomi kreatif, dan menjaga lingkungan Tabagsel.
Menatap Indonesia Emas 2045
Ketika Sumpah Pemuda 1928 menyatukan pemuda Nusantara untuk melawan penjajahan, maka generasi muda Tabagsel hari ini harus bersatu untuk melawan kemiskinan, kebodohan, dan perpecahan. Dalam semangat Dalihan Natolu, setiap pemuda punya tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan antara adat, agama, dan kebangsaan.
Sebagaimana Sumpah Pemuda menjadi fondasi bangsa, maka Dalihan Natolu adalah fondasi moral yang mengakar kuat di hati masyarakat Tabagsel. Bila keduanya berpadu, maka akan lahir generasi muda yang tangguh, berkarakter, dan siap mengisi Indonesia Emas dengan semangat persaudaraan sejati.(Red)
SUMBER OPINI : Samsuddin Harahap S.Kep Ketua Umum Pemuda Tabagsel













