Mahasiswa dan Judi Online: Intelektualitas yang Dipertaruhkan di Meja Maya

              Oleh: Nasmaul Hamdani

 

“Ketika Nalar Intelektual dirusak oleh Ilusi Digital”

MEDAN|PERS.NEWS-Judi online kini menjelma menjadi wabah sunyi yang merayap di ruang-ruang kampus. Ia hadir tanpa suara, tanpa dentuman, namun perlahan menghancurkan sendi moral dan mental generasi terdidik. Mahasiswa — yang seharusnya menjadi wajah rasionalitas dan pencerahan bangsa — justru banyak terjerat dalam lingkaran candu digital ini.

 

Fenomena ini tidak lahir dari ruang hampa. Tekanan ekonomi, gaya hidup konsumtif, serta dorongan eksistensi di dunia maya menjadi pintu masuk yang nyata. Banyak mahasiswa yang awalnya sekadar mencoba “iseng” akhirnya kehilangan uang kuliah, fokus belajar, bahkan kepercayaan diri. Judi online bukan lagi permainan, melainkan jebakan psikologis yang menguras nalar dan martabat.

 

Dalam dunia digital, algoritma bekerja seperti candu: semakin sering seseorang bermain, semakin dalam ia diseret ke dalam ilusi kemenangan palsu. Di situlah tragedi intelektual dimulai — ketika akal sehat tunduk pada hasrat instan.

 

Dampak yang Lebih Dalam dari Sekadar Kehilangan Uang

 

Dampak judi online pada mahasiswa jauh melampaui sekadar kerugian finansial. Ini bukan hanya soal uang, tetapi juga krisis karakter dan pergeseran nilai. Ketika kemenangan ditentukan oleh keberuntungan, bukan oleh kerja keras, maka semangat belajar pun kehilangan makna.

 

Mahasiswa yang dulu dikenal sebagai agen perubahan kini terjebak menjadi korban sistem digital yang kejam. Mereka kehilangan fokus akademik, prestasi menurun, dan relasi sosial memburuk. Tak jarang, rasa malu dan depresi datang menghantui, menimbulkan isolasi sosial yang berbahaya.

 

Lebih dari itu, judi online menciptakan generasi apatis — generasi yang tak lagi percaya pada proses panjang karena terbiasa mengejar hasil instan. Ini bukan sekadar dekadensi moral, melainkan kemunduran cara berpikir. Bila mahasiswa mulai percaya bahwa keberuntungan lebih penting dari pengetahuan, maka masa depan bangsa sedang digadaikan di meja virtual.

 

Kampus Harus Menjadi Tembok Pertahanan Moral

 

Kampus tidak boleh tinggal diam. Judi online bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman bagi ekosistem pendidikan. Institusi akademik harus aktif melakukan pencegahan melalui literasi digital, konseling psikologis, dan sistem pengawasan perilaku daring mahasiswa.

 

Dosen, organisasi mahasiswa, serta lembaga kemahasiswaan perlu menjadi barisan depan dalam gerakan “Stop Judi Online di Kampus”  bukan dengan hukuman semata, melainkan dengan pendekatan edukatif dan empatik. Mahasiswa yang terjerat perlu diselamatkan, bukan dihakimi. Mereka adalah korban dari sistem yang gagal menanamkan kecerdasan emosional dan pengendalian diri di era digital.

 

Seruan Moral: Saatnya Menghentikan Ilusi

 

Sudah saatnya mahasiswa membuka mata: tidak ada kemenangan di balik layar judi online. Yang ada hanyalah kehilangan waktu, tenaga, harga diri, dan masa depan. Setiap klik taruhan adalah langkah menjauh dari cita-cita; setiap kemenangan palsu adalah hutang moral pada diri sendiri.

 

Bangsa ini membutuhkan mahasiswa yang kuat akalnya, jernih pikirannya, dan tangguh moralnya — bukan generasi yang ditipu oleh algoritma dan keserakahan digital.

 

Maka, hentikan sekarang juga.

Cabut diri dari jaringan ilusi itu.

Kembalilah ke ruang nyata — ruang kelas, ruang baca, dan ruang sosial — tempat perjuangan sejati tumbuh. Karena masa depan tidak akan dibentuk oleh tangan yang menekan tombol taruhan, melainkan oleh pikiran yang berani menolak kejatuhan.(NH)