DENPASAR|PERS.NEWS— Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menegaskan komitmen persatuan nasional melalui agenda Rekonsiliasi Persatuan Nasional dan Pengukuhan Pengurus DPP GMNI Periode 2025–2028 yang digelar pada 15–17 Desember 2025 di Inna Bali Heritage, Kota Denpasar, Bali.
Deklarasi tersebut menjadi penanda penting bagi GMNI dalam mengakhiri fragmentasi internal serta memulihkan keutuhan organisasi sebagai fondasi utama perjuangan mahasiswa nasionalis di tengah dinamika kebangsaan yang kian kompleks.
Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino, menegaskan bahwa persatuan merupakan syarat mutlak agar GMNI kembali tampil sebagai organisasi pelopor yang mampu menjawab tantangan zaman, dengan menempatkan kepentingan organisasi di atas ego dan kepentingan pribadi.
“Persatuan adalah jalan satu-satunya agar GMNI kembali menjadi organisasi pelopor di tengah zaman yang meleset, dengan mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan dan ego pribadi,” ujar Arjuna, Selasa (16/12/2025).
Arjuna juga menyatakan dukungan penuh terhadap kepemimpinan DPP GMNI periode 2025–2028 di bawah duet Muhammad Risyad Fahlefi dan Patra Dewa sebagai nahkoda baru organisasi.
“Kapal kepengurusan Risyad–Patra akan membangun GMNI yang progresif dan revolusioner. Pembangunan itu harus berangkat dari rasa senasib sepenanggungan yang tumbuh dalam kaderisasi dan penghayatan ideologi. Seluruh mandat dan kepemimpinan organisasi hari ini telah berada di tangan Risyad–Patra,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arjuna menekankan bahwa persatuan tidak boleh dipahami sebagai hasil instan, melainkan sebagai proses berkelanjutan yang harus terus diperluas dan diperkuat.
“Kita harus memulai persatuan yang semakin masif dan menggelora, dimulai dari langkah-langkah kecil, dari kesadaran kader, dari keikhlasan menanggalkan ego, serta dari keberanian untuk bergerak bersama,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP GMNI Periode 2025–2028, Muhammad Risyad Fahlefi, menegaskan bahwa rekonsiliasi dan deklarasi persatuan nasional ini merupakan titik awal konsolidasi ideologis dan organisatoris GMNI ke depan, bukan sekadar seremoni politik semata.
“Rekonsiliasi ini adalah bentuk kedewasaan politik GMNI. Persatuan bukan tanda kelemahan, melainkan kesadaran kolektif bahwa GMNI jauh lebih besar daripada ego, jabatan, dan luka masa lalu,” ujar Risyad.
Menurut Risyad, GMNI harus kembali berdiri sebagai organisasi kader sekaligus organisasi perjuangan yang berpijak pada satu landasan ideologis yang sama, yakni Marhaenisme dan ajaran Bung Karno.
“Tanpa persatuan, ideologi akan kehilangan daya geraknya. Karena itu, persatuan harus diwujudkan melalui penguatan organisasi, kaderisasi, serta keberpihakan nyata GMNI kepada rakyat,” tegasnya.
Ia pun mengajak seluruh kader GMNI di seluruh Indonesia untuk meninggalkan sekat-sekat lama dan menjadikan persatuan sebagai modal utama dalam menjalankan mandat ideologis GMNI secara konsisten dan berkelanjutan.
“Sejarah harus menjadi guru, bukan penjara. Hari ini kita menutup lembar dinamika internal dan membuka babak baru perjuangan GMNI yang lebih matang, progresif, dan revolusioner,” pungkas Risyad.(Red)













