banner 400x130
BERITA  

Soal Koperasi Betik Gawi, Pengamat Hukum Unila Sikapi Terkait Pencabutan Laporan dan Restorative Justice

banner 120x600
banner 468x60

Bandarlampung – Pengamat Hukum Universitas Unila (Unila), Prof. Dr. Hamzah, SH., MH menyikapi soal pencabutan laporan dan Restorative Justice (RJ) yang dilakukan oleh pelapor dan terlapor pada kasus Koperasi Betik Gawi.

Menurut Pengamat Hukum Universitas Unila (Unila), Prof. Dr. Hamzah, SH., MH mengatakan, dalam proses penetapan tersangka oleh Aparatur Penegak Hukum (APH) dinyatakan telah melengkapi alat bukti sesuai ketentuan hukum pidana.

banner 325x300

“Sudah ada penetapan tersangka berarti dua alat bukti sudah terpenuhi,” katanya, Kamis (12/09/24).

Ia mengatakan, ketika sudah adanya penetapan tersangka dalam sebuah kasus tindak pidana, semestinya pencabutan laporan tidak mempengaruhi penetapan tersangka yang mana tetap harus ditindaklanjuti.

“Lalu dengan adanya pencabutan laporan berarti proses penyelidikan sudah dianggap selesai, seharusnya tidak berpengaruh kepada proses tindak pidana apabila sudah ditetapkan tersangka, proses nya tetap ditindaklanjuti kepada tersangka yang masih hidup,” ujarnya.

Selain itu, Prof Hamzah juga mempertanyakan setelah ditetapkan nya tersangka mengapa tidak dilangsungkan nya penetapan penahanan, apakah kasus tersebut merupakan kasus yang masa hukumannya dibawah 5 tahun.

“Kenapa APH tidak menetapkan penahanan langsung, apakah hukumnya tidak lebih dari 5 tahun untuk kasus dugaan penggelapan dana tersebut,” ungkapnya.

Lanjutnya, terkait Restorative Justice yang dilakukan oleh pelapor dan terlapor Koperasi Betik Gawi. Ia menyampaikan bahwa Restorative Justice hanya dapat dilakukan apabila nilai angka kerugian dibawah 50 juta.

“RJ untuk wilayah penegak hukum dapat dilakukan apabila nilai kerugiannya dibawah 50 juta, diatas itu tidak bisa digunakan RJ. Kecuali memperluas RJ dalam penyelesaian diluar sidang praperadilan,” jelasnya.

Kemudian, laporan yang sudah dilakukan pada tahun 2022 dengan adanya penetapan tersangka serta dicabutnya laporan tersebut, maka dalam pelaporan di tahun 2024 tergantung dari kebutuhan APH apakah diperlukan untuk penambahan data dalam menindaklanjuti hal tersebut.

“Itu adalah hak dari aparat penegak hukum, mereka bisa menggunakan data dari laporan yang lama karena kemungkinan dianggap tersangka nya sama, tetapi bisa juga jika dari laporan yang baru untuk penambahan data untuk menetapkan tersangka baru,” terangnya.

Ia menambahkan, apabila nantinya ada penetapan sebagai terpidana dalam kasus Koperasi Betik Gawi dengan nilai kerugian yang cukup tinggi, selain upaya hukum pidana dapat dilakukan, upaya hukum perdata juga dapat dilakukan dimana dalam penyelesaian dapat melihat dari aset yang dimiliki oleh Koperasi Betik Gawi dan apabila tidak dapat mencukupi dapat melalui daripada aset para pengurus.

“Jika nantinya ada penetapan sebagai terpidana, itu tidak menghilang hak-hak dan kewajiban keperdataan para anggota,” imbuhnya.

“Para pensiunan guru juga dapat melakukan upaya hukum perdata untuk pengembalian hak-hak mereka dari Koperasi Betik Gawi, jika dana atau aset tidak tercukupi oleh Koperasi Betik Gawi maka mereka dapat menuntut sampai kepada pertanggungjawaban kepemilikan pribadi atau aset dari para pengurus,” pungkasnya.

Pada pemberitaan sebelumnya, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Umi Fadillah Astutik menjelaskan, terlapor dalam kasus Koperasi Betik Gawi telah melakukan pembayaran ganti rugi dan para pensiunan guru melalui kuasa hukumnya telah membuat surat pernyataan sebagai lampiran pencabutan laporan.

“Untuk 8 orang terlapor telah membayar ganti rugi dan pelapor selaku kuasa hukum dengan melampirkan surat pernyataan 151 orang anggota KPRI Betik Gawi untuk pencabutan laporan polisi,” katanya, Rabu (11/09/24).

Lalu, para pensiunan guru (pelapor) dan juga terlapor dari Koperasi Betik Gawi telah melaksanakan Restorative Justice untuk penyelesaian kasus tersebut.

“Sudah dilakukan Restorative Justice (RJ) melalui keadilan restoratif,” ujarnya.

Selain itu, terkait laporan pada tahun 2022 dengan laporan di tahun 2024 dianggap berbeda dikarenakan data yang diajukan dalam laporan kepada Polda Lampung berbeda masa pensiunnya.

“Untuk laporan pengaduan yang terbaru ini berbeda dengan korban anggota Koperasi Betik Gawi sebelumnya, karena korban saat ini tercatat anggota yg pensiun di tahun 2023-2024, sedangkan korban dalam laporan sebelumnya yang pensiun di tahun 2020-2022,” jelasnya. (Nca)

banner 325x300