Rp 200 Triliun Diguyur ke Himbara, Risiko Inflasi Mengintai


PERS.NEWS – Injeksi dana segar senilai Rp 200 triliun dari Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa ke bank-bank pelat merah alias Himbara diprediksi menjadi “game changer” di sektor keuangan.

Tambahan likuiditas jumbo ini berpotensi melonggarkan sistem perbankan, namun di saat yang sama bisa memunculkan risiko inflasi. Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, menjelaskan kucuran Rp 200 triliun akan menambah akselerasi jumlah uang beredar (M2) hingga 8,5 persen.

Dana tersebut sebagian besar ditempatkan di deposito on call (DOC) sebagai dana pihak ketiga (DPK) perbankan.

“Jadi impact dari injeksi sebesar Rp 200 triliun dana saldo anggaran, saya katakan tadi, itu akan menyebabkan peningkatan dari jumlah uang beredar, dan kalau kita perkirakan mungkin jumlah uang beredarnya itu baru akan mengalami peningkatan September berarti ya,” ujar Rully saat diskusi daring yang digelar Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Selasa, 23 September 2025.

Ia mencatat, injeksi dana bernilai fantastis diperkirakan bakal mendorong kenaikan inflasi, meskipun skalanya relatif masih terkendali.

Saat ini, inflasi Indonesia berada di level rendah, sekitar 2,3 persen. Dengan tambahan likuiditas yang cukup besar, inflasi berpotensi naik sekitar 0,4 sampai 0,5 persen. Namun, kenaikan tidak terjadi sekaligus, melainkan berlangsung bertahap karena proses transmisinya membutuhkan waktu sekitar tiga sampai empat bulan.

Artinya, dampak penuh dari suntikan dana tersebut baru akan terasa menjelang akhir tahun. Perkiraannya, pada September 2025, inflasi akan berada di kisaran 2,7-2,8 persen. Angka tersebut masih aman karena tetap berada dalam target Bank Indonesia, yakni 1,5-3,5 persen.

“Jadi kalau kita perkirakan di akhir tahun 2025 ini, di bulan September itu, mungkin inflasinya akan berada di sekitar 2,7 atau 2,8 persen, masih berada di rentang ya, rentang itu 1,5-3,5 persen,” paparnya.

Sekalipun begitu, Rully menilai, tambahan dana jumbo akan membuat pertumbuhan simpanan (deposit growth) bisa menembus dua digit.

Dari posisi Agustus 2025 yang masih 8 persen, diperkirakan naik ke 11-12 persen pada akhir tahun.

Dengan kondisi itu, loan to deposit ratio (LDR) perbankan diproyeksikan berada di kisaran 83-84 persen.

Situasi ini akan menurunkan ketatnya persaingan perebutan dana antar bank, yang selama ini menjadi penghambat utama penurunan bunga.

Kondisi tersebut diharapkan mendorong penurunan suku bunga deposito atau deposit rate, karena bank tidak lagi perlu memberikan imbal hasil yang terlalu tinggi untuk menarik dana masyarakat. Jika suku bunga deposito turun, maka efek berikutnya adalah penurunan suku bunga kredit perbankan.

Hal ini menjadi salah satu tujuan utama dari kebijakan likuiditas pemerintah, yaitu memastikan transmisi penurunan suku bunga kebijakan moneter dapat berjalan lebih efektif. (*)