PERS.NEWS – Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak hanya “tajam” keluar, tetapi juga harus berani menindak tegas anggotanya sendiri yang korup.
Nasir menyampaikannya saat dimintai tanggapan terkait dua eks Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, Hendri Antoro, Iwan Ginting, dan kawan-kawannya yang hanya disanksi etik meski menerima uang hasil korupsi dari jaksa Azam Akhmad Akhsya.
Nasir mengatakan, dalam beberapa pertemuannya dengan masyarakat, pihaknya menerima desakan agar Kejagung berani menindak tegas anggotanya sendiri.
“Mereka berharap melalui saya agar menyampaikan kepada Jaksa Agung agar Kejaksaan juga harus tajam keluar dan juga harus tajam ke dalam,” kata Nasir, saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu, 22 Oktober 2025.
Nasir menegaskan, Hendri, Iwan Ginting, dan koleganya itu tidak cukup hanya dihukum dengan sanksi etik berupa pencopotan dari jabatan.
Kejaksaan Agung, sebagai lembaga yang gencar memberantas korupsi, juga harus mengusut dugaan pidana dalam penerimaan aliran dana korupsi dari jaksa Azam.
“Diusutlah secara pidana agar tidak menimbulkan diskriminasi dalam penegakan hukum,” ujar Nasir.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menekankan, status Hendri dan koleganya merupakan aparat penegak hukum (APH).
Menurut dia, mereka tentu memiliki firasat bahwa uang yang diterima dari jaksa Azam mungkin terkait kasus yang ditangani.
Oleh karena itu, masyarakat berharap skandal korupsi para penuntut di Kejari Jakarta Barat tidak selesai dengan sanksi etik.
“Tapi, juga diharapkan bisa ditempuh jalur hukum dalam arti ini pidana, ya, sehingga kemudian tidak hanya tajam ke luar, tetapi juga tajam ke dalam. Itu yang diharapkan oleh masyarakat,” tutur dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung hanya menjatuhkan sanksi administratif berupa pencopotan jabatan kepada Hendri Antoro.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menyebut, sanksi itu merupakan hukuman paling berat bagi Hendri Antoro.
“Yang jelas sanksinya sudah copot dari jabatan, ya kan. Sudah sanksi, sudah kena sanksi itu. Sudah paling berat itu,” ujar Anang.
Anang mengeklaim, pejabat Kejari Jakarta Barat yang menerima dana itu tidak mengetahui perbuatan Azam.
Azam memeras atau menerima suap uang barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit senilai Rp 11,7 miliar. Uang itu seharusnya dikembalikan ke korban.
Dalam dakwaannya, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jakarta Pusat menyebut, Hendri Antoro dan Iwan Ginting menerima masing-masing Rp 500 juta. Kemudian, Plh Kasi Pidum/Kasi BB Kejari Jakbar, Dody Gazali, Rp 300 juta; Eks Kasi Pidum Kejari Jakbar, Sunarto, Rp 450 juta; Kasi Pidum Kejari Jakbar, M Adib Adam, Rp 300 juta; dan Kasubsi Pratut Kejari Jakbar, Baroto, Rp 200 juta. (*)