MEDAN|PERS.NEWS —18 November 2025 — Massa aksi dari Cipayung Plus Sumatera Utara menggelar demonstrasi di depan Gedung DPRD Sumut, Selasa (18/11/2025), untuk menyampaikan penolakan terhadap pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto. Namun hingga aksi berakhir, tidak satu pun unsur pimpinan DPRD Sumut hadir menemui pengunjuk rasa.
Aksi yang diikuti ratusan kader dari HIMMAH, IMM, KAMMI, GMKI, dan PMII tersebut berlangsung sejak siang hari. Massa meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mencabut gelar pahlawan tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
Para peserta aksi menilai rekam jejak Soeharto pada masa Orde Baru masih menyisakan banyak catatan kritis. Tudingan-tudingan tersebut di antaranya:
•Dugaan pelanggaran HAM berat, termasuk penculikan dan penghilangan paksa aktivis prodemokrasi.
•Pembatasan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berpendapat.
•Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dinilai sistemik.
•Tudingan keterlibatan negara dalam peristiwa 1965–1966 serta konflik di Aceh, Timor Timur, dan Papua.
•Tindakan represif terhadap gerakan mahasiswa pada 1998.
Catatan tersebut merupakan pandangan dan tuntutan para peserta aksi, bukan penetapan hukum yang disampaikan oleh lembaga negara.
Ketidakhadiran pimpinan DPRD Sumut disayangkan oleh para demonstran. Mereka menilai DPRD seharusnya membuka ruang dialog dengan masyarakat yang menyampaikan aspirasi.
Pernyataan Para Ketua Organisasi Cipayung Plus
Ketua PW HIMMAH Sumut, Kamaluddin Nazuli Siregar, mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk penyampaian pendapat di muka umum untuk menjaga integritas sejarah.
“Kami hadir bukan untuk membuat kegaduhan, tetapi untuk mengingatkan negara agar berlaku adil terhadap sejarahnya. Kami kecewa pimpinan DPRD Sumut tidak hadir untuk berdialog,” ujarnya.
Ketua DPD IMM Sumut, Rahmat Taufiq Pardede, menyampaikan bahwa menurut mereka, pemberian gelar tersebut bertentangan dengan nilai moral.
“Aspirasi ini adalah panggilan moral. Orde Baru memiliki catatan kelam yang tidak bisa dihapus hanya dengan gelar. DPRD Sumut seharusnya mampu mendengar suara mahasiswa,” katanya.
Ketua KAMMI Sumut, Irham Sadani Rambe, menegaskan penolakan mereka.
“Kepahlawanan adalah simbol moral bangsa. KAMMI menolak pemutihan sejarah dan meminta pimpinan DPRD menunjukkan keberanian untuk mendengar,” ujarnya.
Ketua GMKI Sumut, Crisye Sitorus, menilai keputusan pemberian gelar tersebut harus ditinjau kembali.
“Di tengah upaya penguatan demokrasi, langkah ini menurut kami adalah kemunduran. Kepekaan moral diperlukan, termasuk dari DPRD,” katanya.
Ketua PMII Sumut, Agung Prabowo, menambahkan bahwa pihaknya meminta negara menghormati nilai kemanusiaan.
“Kami menolak glorifikasi sejarah yang keliru. Sikap DPRD yang tidak hadir menunjukkan kurangnya keberpihakan kepada aspirasi rakyat,” ungkapnya.
Rencana Aksi Selanjutnya
Cipayung Plus Sumut menyatakan akan kembali menggelar aksi demonstrasi jilid II dengan jumlah massa yang lebih besar apabila tuntutan mereka belum memperoleh tanggapan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak DPRD Sumut belum memberikan keterangan terkait ketidakhadiran pimpinan dewan pada aksi tersebut.(Red)













