PERS.NEWS – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto mengungkap alasan mengapa pemerintah memutuskan untuk membangun baru Sekolah Garuda di beberapa lokasi di Indonesia.
Brian mengatakan, bangunan baru Sekolah Garuda hanya ada di tempat-tempat yang memang sekolah unggulannya belum banyak.
“Memang sekolah baru pun itu di lokasi-lokasi yang memang pendidikan atau SMA-SMA unggulnya belum banyak atau tidak ada sama sekali,” kata Brian di SMAN Unggulan MH Thamrin, Jakarta, baru-baru ini.
Brian mengatakan, pembangunan satu Sekolah Garuda memakan biaya sebesar Rp 200 miliar.
Meski demikian, pemerintah tidak terlalu banyak melakukan pembangunan dan lebih banyak menggunakan sekolah yang sudah ada atau existing.
“Jadi justru yang 80 persennya,” ujarnya.
Brian mengatakan, saat ini pihaknya akan menargetkan ada pembangunan empat SMA Garuda baru di beberapa daerah di Indonesia. Antara lain di Belitung Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Timor Tengah Selatan, dan Konawe Selatan.
Selain itu, ada 12 Sekolah Garuda Transformasi meliputi SMAN 10 Fajar Harapan, Aceh, SMA Unggul Del Sumatera Utara, MAN Insan Cendekia Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, SMAN Unggulan MH Thamrin DKI Jakarta, SMA Cahaya Rancamaya Jawa Barat.
Kemudian SMA Taruna Nusantara Jawa Tengah, SMA Pradita Dirgantara Jawa Tengah, SMAN 10 Samarinda Kalimantan Timur, SMAN Banua BBS Kalimantan Selatan, MAN Insan Cendekia Gorontalo, SMAN Siwalima Ambon Maluku, dan SMA Averos Sorong Papua Barat Daya.
Brian Yuliarto mengatakan, keberadaan sekolah ini diharapkan bisa ke ciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul.
“Ini adalah salah satu program dari Bapak Presiden untuk menciptakan satu wahana-wahana bagi anak-anak yang memang memiliki keinginan kuat untuk nantinya menjadi peneliti, menjadi industriawan yang unggul,” ungkapnya.
Brian mengatakan, melalui keberadaan sekolah ini semakin banyak anak-anak Indonesia yang berhasil masuk perguruan tinggi terbaik di dunia dan dalam negeri.
Pada pelaksanaannya, Brian menegaskan Sekolah Garuda tidak menggunakan kurikulum khusus tetapi hanya menambahkan beberapa persiapan masuk ke perguruan tinggi top dunia.
“Kurikulumnya enggak beda, kita hanya menambahkan saja supaya mereka lebih siap berkompetisi dengan sesama lulusan SMA dari negara lain,” jelas Brian. (*)