PERS.NEWS – Kepala Pusat Penerangan Markas Besar (Mabes) TNI Mayjen TNI Freddy Ardianzah mengatakan, institusinya siap memberikan keterangan uji materi Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini disampaikan Freddy menanggapi panggilan MK terhadap Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk memberikan keterangan dalam uji materi UU TNI dengan nomor perkara 68 dan 92/PUU-XXIII/2025 yang akan digelar pada 23 Oktober 2025.
“Prinsipnya, TNI siap memberikan keterangan sesuai kebutuhan dan undangan resmi MK, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang ditunjuk sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” kata Freddy, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Dia mengatakan, kehadiran Panglima TNI dalam pemanggilan tersebut akan disesuaikan dengan agenda resmi dari negara, sehingga belum bisa dipastikan apakah Panglima akan hadir secara langsung atau melalui perwakilan.
“Terkait agenda sidang tersebut, kehadiran Panglima TNI akan menyesuaikan dengan agenda resmi negara dan koordinasi antara pemerintah dengan Mahkamah Konstitusi,” ujar dia.
Sebagai informasi, MK memanggil Panglima TNI dalam perkara uji materi UU TNI Nomor 3 Tahun 2025. Hal itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang perkara 68, 82, dan 92/PUU-XXIII/2025 yang digelar di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).
“Ada permintaan pihak terkait dari Panglima TNI, oleh karena itu tadi majelis hakim sudah memutuskan untuk menerima keterangannya sebagai pihak terkait pemberi keterangan dan akan dijadwalkan pada sidang yang akan datang mendengar keterangan dari Panglima TNI,” kata Suhartoyo.
Adapun sidang uji materi UU TNI dengan nomor perkara 68, 82, dan 92/PUU-XXIII/2025 menyoal beberapa pasal yang dinilai bisa berdampak pada penyalahgunaan kekuasaan karena keterlibatan TNI dalam ranah sipil.
Perkara 68 mendalilkan Pasal 47 ayat (2) UU TNI disinyalir dapat berdampak pada penyalahgunaan kekuasaan atas pengangkatan prajurit TNI pada jabatan-jabatan strategis di dalam pemerintahan.
Kemudian, perkara 82 menyebut Pasal 7 ayat 2 angka 9 dan angka 15, serta Pasal 47 ayat 1 UU TNI membangkitkan kembali dwi fungsi TNI. Namun, permohonan ini telah dicabut oleh prinsipal.
Perkara terakhir, nomor 92, mendalilkan Pasal 53 ayat 4 UU TNI berpotensi membuka penyalahgunaan wewenang eksekutif.
Sebab, tidak ada mekanisme kontrol atau pengawasan atas keputusan Presiden dalam memperpanjang masa dinas perwira tinggi bintang.
Dengan demikian, norma a quo dinilai melanggar asas due process of law dan transparansi, karena pemberian perpanjangan bersifat sepihak tanpa melibatkan persetujuan legislatif. (*)