JAKARTA|PERS.NEWS — Kegiatan pertambangan di Indonesia dinilai perlu dikaji secara menyeluruh dan mendalam oleh pemerintah pusat dan daerah. Presiden RI diminta memerintahkan seluruh aparat berwenang untuk melakukan pengawasan ketat terhadap sektor pertambangan yang selama ini identik dengan perusakan lingkungan dan ekosistem alam.
Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, S.H., M.H., yang menyatakan keprihatinannya atas maraknya eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan memadai.
“Lihat saja pertambangan pasir laut, sungai dan kali yang dikeruk, pertambangan emas dan nikel yang digali, serta hutan yang dibabat habis. Ini jelas pengrusakan lingkungan. Jika dibiarkan tanpa pengawasan melekat, negeri ini akan menjadi gersang, gundul, tanpa resapan air. Dampaknya sudah kita rasakan: banjir dan kebakaran alam terjadi di mana-mana,” tegas Prof. Sutan Nasomal.
SDA Indonesia Dikuras, Negara Dirugikan
Dalam catatan khusus selama 10 tahun terakhir, Prof. Sutan Nasomal menyebut terjadi pengurasan kekayaan sumber daya alam Indonesia, baik di darat maupun laut, yang diduga dilakukan secara sistematis dan melibatkan oknum yang tidak tersentuh hukum.
Ia meminta Presiden RI memperketat pengawasan serta menindak tegas semua pihak yang terlibat.
“Jika WNA bisa mengeruk kekayaan SDA Indonesia, mustahil tanpa keterlibatan oknum pejabat pusat maupun daerah. Ini menjadi perhatian serius rakyat Indonesia dan dunia internasional,” ujarnya.
Contoh Kasus Kerugian Negara
Prof. Sutan Nasomal mengungkap sejumlah aduan masyarakat yang diterimanya, antara lain:
Pertambangan Tanpa Izin (PETI) oleh WNA di Kabupaten Keerom, Papua.
Dugaan ekspor ilegal bijih nikel ke China sebanyak 5,3 juta ton periode 2020–2022, yang merugikan negara karena tidak membayar pajak dan royalti.
Penambangan emas ilegal oleh WNA Tiongkok di Kalimantan Barat (Ketapang) dan Kalimantan Tengah (Kotawaringin Barat), dengan kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah, termasuk potensi kerugian Rp1.020 triliun di Ketapang.
Skandal Timah Bangka Belitung
Ia juga menyoroti praktik penyelundupan timah di Bangka Belitung. Sekitar 80 persen hasil timah diduga diselundupkan ke luar negeri. Sebanyak 12.000 ton timah dikirim secara ilegal, menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.
“Jika terbukti ada pejabat pusat atau daerah yang memfasilitasi, tangkap dan hukum berat, bahkan dimiskinkan,” tegasnya.
Misinvoicing dan Impor Ilegal
Kerugian negara juga terjadi melalui praktik misinvoicing ekspor-impor, yang diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun per tahun. Manipulasi nilai faktur ini menyebabkan penggelapan pajak dan bea masuk serta merusak daya saing industri nasional.
“Presiden harus tegas. Bila perlu, lembaga pengawasan yang gagal menjalankan fungsi harus dievaluasi atau dibubarkan,” kata Prof. Sutan Nasomal.
Deforestasi dan Illegal Logging
Negara juga dirugikan oleh maraknya illegal logging dan alih fungsi hutan yang tak terkendali. Berdasarkan data FAO, luas hutan Indonesia menyusut dari 118,5 juta hektare pada 1990 menjadi 92,1 juta hektare pada 2020—setidaknya 18 juta hektare hutan hilang.
Para pemerhati lingkungan mencatat, setiap tahun Indonesia kehilangan hingga 10 juta hektare hutan. “Ini bukan angka kecil. Negara harus memanggil dan memeriksa oknum pejabat masa lalu yang terlibat dalam perusakan hutan,” tegasnya.
Pencurian Ikan Rugikan Rp300 Triliun per Tahun
Kerugian akibat illegal fishing mencapai Rp300 triliun per tahun, dan dalam 10 tahun terakhir total kerugian menembus Rp3.000 triliun.
“Angka itu cukup untuk membayar utang Indonesia ke seluruh dunia,” ujar Prof. Sutan Nasomal, seraya meminta Presiden RI Jenderal (Purn) H. Prabowo Subianto menindak tegas pihak-pihak yang merusak dan merugikan laut Indonesia.
Kekayaan Emas Indonesia
Ia juga mempertanyakan pengawasan negara terhadap kekayaan emas Indonesia yang sangat besar dan diperkirakan tidak akan habis hingga 300 tahun jika dikelola dengan benar. Indonesia memiliki sedikitnya 12 wilayah tambang emas utama, antara lain Mimika, DMLZ Papua, Pongkor, Banyuwangi, Batu Hijau, Dompu, Gosowong, Martabe, Aceh Tengah, Pohuwato, Kalimantan Tengah, dan Toka Tindung.
Pernyataan Mahfud MD
Prof. Sutan Nasomal mengutip pernyataan Prof. Mahfud MD yang pernah menyampaikan informasi dari PPATK bahwa jika celah korupsi di sektor pertambangan ditutup, setiap warga Indonesia berpotensi menerima Rp20 juta per bulan tanpa bekerja.
Namun faktanya, kemiskinan justru semakin meluas.
Penutup
Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, S.H., M.H., Pakar Hukum Internasional dan Ekonom Nasional, Presiden Partai Oposisi Merdeka, Jenderal Kompii, sekaligus Pengasuh Ponpes ASS SAQWA PLUS Jakarta, kepada pimpinan redaksi media cetak dan online nasional maupun internasional, Selasa (16/12/2025), melalui sambungan telepon dari Jakarta.(PSN)













