MEDAN|PERS.NEWS- Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Komisariat Daerah Sumatera Utara, Sintong Sinaga, menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus kemarahan publik atas bencana banjir dan longsor yang terus berulang di wilayah Tapanuli, Sumatera Utara. Bencana tersebut telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, baik secara sosial, ekonomi, maupun ekologis.(17/12/25)
PMKRI Sumatera Utara menegaskan bahwa rangkaian bencana ekologis yang melanda Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan wilayah sekitarnya tidak dapat semata-mata dipandang sebagai bencana alam akibat curah hujan tinggi. Kerusakan hutan serta degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru akibat aktivitas industri ekstraktif dinilai menjadi faktor utama yang memperparah dampak banjir dan longsor.
Berdasarkan data dan temuan WALHI Sumatera Utara, sedikitnya tujuh perusahaan diduga kuat berkontribusi terhadap kerusakan ekosistem Batang Toru. Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan serius adalah PT Agincourt Resources, pengelola Tambang Emas Martabe. Aktivitas operasional perusahaan tersebut dinilai telah mengakibatkan berkurangnya tutupan hutan, terganggunya fungsi hidrologis tanah, serta meningkatnya risiko banjir dan longsor di wilayah hilir.
PMKRI Sumatera Utara menilai bahwa:
Aktivitas eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan PT Agincourt Resources tidak mencerminkan prinsip keadilan ekologis dan mengabaikan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.
Ekosistem Batang Toru merupakan kawasan strategis dan sangat sensitif yang seharusnya dilindungi, bukan dieksploitasi secara masif atas nama kepentingan ekonomi.
Bencana yang terjadi merupakan bentuk kejahatan ekologis (ecocide) akibat pembiaran negara terhadap aktivitas korporasi yang terbukti merusak hutan dan DAS.
Sehubungan dengan hal tersebut, PMKRI Sumatera Utara dengan tegas menyatakan sikap:
Mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk segera mencabut izin operasi PT Agincourt Resources secara permanen.
Menuntut dilakukannya audit lingkungan yang menyeluruh, independen, dan transparan terhadap seluruh aktivitas pertambangan PT Agincourt Resources di kawasan Batang Toru.
Mendorong penegakan hukum yang tegas terhadap korporasi yang terbukti melakukan perusakan hutan dan memperparah bencana ekologis.
Menuntut pemulihan ekologis (restorasi lingkungan) di wilayah hulu dan hilir DAS Batang Toru dengan melibatkan masyarakat lokal.
Menolak model pembangunan eksploitatif yang mengorbankan keselamatan rakyat demi keuntungan korporasi.
PMKRI Sumatera Utara menegaskan bahwa pembangunan sejati harus berpihak pada kelestarian ciptaan dan keselamatan manusia, bukan pada akumulasi modal segelintir pihak. Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan korporasi yang terbukti merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat.
“Ketika hutan dihancurkan dan rakyat menjadi korban, maka negara wajib berpihak pada rakyat, bukan pada perusak lingkungan,” tegas Sintong Sinaga, Ketua PMKRI Sumatera Utara.(Arif)













